Sekarang saya akan membahas tentang pentingnya pertanian di Indonesia ini. Indonesia mendapat julukan negara agraris pada jaman penjajahan dulu salah satu faktornya adalah di bidang pertanian ini yang sangat berlimpah dan berperan penting bagi masyarakat Indonesia.
Pembahasan di mulai
PENDAHULUAN
Pertanian
adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang
sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran hewan
ternak, meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme
dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju
dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau
eksploitasi hutan.
Pertanian
mempunyai banyak fungsi. Antara lain adalah fungsi ketahanan pangan.
Dalam ketahanan pangan, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain
adalah, kualitas pangan, kesehatan pangan, ketersediaan pangan dalam
jangka panjang, dan juga keanekaragaman jenis pangan. Karena arah
ketahan pangan yang salah, membuat keanekaragaman pangan berkurang, dan
mulai bergantung pada beras. Padahal tidak semua tempat cocok untuk
menanam padi. Itu membuat dibeberapa tempat mengalami kelaparan. Karena
mereka tergantung pada beras. Padahal pada zaman dulu, keaneka ragaman
pangan yang banyak membuat mereka bisa bertahan. Sebagai contoh, di
Irian Jaya makanan pokok mereka adalah sagu, karena disana sagu dapat
dengan mudah ditemukan. Tapi sekarang, sagu mulai ditinggalkan, dan
mereka mulai beralih pada beras. Itu menjadi salah saatu penyebab
kelaparan disana.
Negara
indonesia merupakan negara agraris, yang berarti sebagian besar penduduk
Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sekitar 46% penduduk Indinesia
bekerja di sektor pertanian, akan tetapi hasil pertanian kita masih
kalah dibandingkan dengan negara India dan Malaisia. Padahal sumber daya
alam kita jauh lebih banyak dibanding 2 negara tetangga tersebut.
Padahal Indonesia mempunyai banyak keunggulan dbandingkan negara lain. Keunggulan tersebut antara lain :
1. Indonesia terletak di garis khatulistiwa dengan iklim kepulauan yang sangat mendukung untuk tumbuh kembangnya tanaman.
2. Indonesia terletak di luar zona angin topan yang dapat merusak tanaman.
3. Suhu di negara indonesia yang cocok untuk pertumbuhan maksimal.
4. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati terbanyak di dunia. Dan keanekaragaman hayati darat terbanyak kedua di dunia.
5. Intensitas sinar matahari sagat tinggi
POKOK BAHASAN
Ketahan
pangan merupakan hal paling utama dari pentingnya pertanian. Hal
makanan yang menjadi prioritas seseorang pertama kali dalam hidup dan
juga bila dilihat dari sisi pemerintahan. Dengan demikian, pertanian
dianggap sebagai dasar stabilitas politik dan sosial dari sebuah bangsa
sejak dahulu kala.
Selain itu,
sektor pertanian memainkan peran penting dalam bidang penyediaan
lapangan pekerjaan dalam skala besar untuk rakyat. Besar dan sedang
mempekerjakan pekerja peternakan besar untuk melakukan berbagai
pekerjaan yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan dan perawatan
dari peternakan hewan. Sebagian besar negara di dunia, sektor pertanian
masih tetap merupakan sektor terbesar yang bertanggung jawab untuk
membuka lapangan pekerjaan.
Pertanian
juga penting dari sudut pandang appraising standar pembangunan suatu
negara, berdasarkan kompetensi para petani. Buruk para petani tidak
dapat menerapkan metode yang maju dan teknologi baru. Yang menonjol dari
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan pertanian cukup jelas
dari kata-kata Deng Xiaoping –
Pengembangan
pertanian tergantung pada kebijakan pertama dan kedua tentang sains.
Tidak ada batas untuk setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maupun untuk peran yang mereka dapat bermain di bidang
pertanian pertumbuhan ‘.
Walaupun
pertanian sering memainkan peran yang bekerja di ‘Produk Domestik
Bruto’ – PDB – dari banyak negara, meskipun demikian ia memerlukan
dorongan substansial dari baik lokal maupun masyarakat internasional.
Pertanian
secara tradisional berdasarkan produksi massal. Pemanenan dilakukan
satu kali dalam satu musim, sebagian besar kali dan stocked dan
digunakan nanti. Bahkan, beberapa pemikir berpendapat bahwa orang-orang
mulai mengadopsi ‘batch processing’ dan ‘kaos’ di industri manufaktur,
sebagai akibat dari praktek pertanian berpikir. Sebelum industrialisasi,
rakyat dengan saham terbesar dari makanan dan perlengkapan lainnya yang
dianggap lebih stabil, dan mereka mampu untuk menghadapi tantangan alam
tanpa harus kelaparan.
Jadi
penting adalah peran pertanian yang baru konsep tetap ‘cropping up’
untuk memberikan aktivitas tradisional modern berbelok. Salah satu
konsep baru di dunia ocehan adalah tentang hari-hari ini adalah –
pentingnya ‘pertanian organik’. Ada bukti bahwa, terlepas dari berbagai
manfaat lainnya, peternakan organik yang lebih berkelanjutan dan
lingkungan suara, pertanian memberikan dimensi baru.
Pentingnya
praktek pertanian yang lebih lanjut dibuat bila ‘makanan organik’ mulai
sebagai gerakan kecil dekade yang lalu, dengan petani dan gardeners
menolak penggunaan konvensional non-organik praktek. Dengan perkembangan
pasar makanan organik sekarang outpacing banyak industri makanan,
banyak perusahaan besar telah ventured ke dalamnya. Dengan munculnya
perusahaan multi-nasional, dan dengan pembuatan kerangka hukum
sertifikasi seperti Tanah Association, ada keraguan bahwa setiap yang
dimaksud dengan makanan organik akan berubah, sehingga lebih dari
kegiatan komersial dibandingkan sebelumnya.
Bahkan,
pertanian modern telah mengalami perubahan dari laut purba kali. Saat
ini, pertanian pentingnya terletak pada kenyataan bahwa ia adalah baik
untuk dipraktekkan subsisten serta alasan komersial.
Selain
dibidang pangan, pertanian juga berperan penting disektor
ekonomi.Selama periode sepuluh tahun terakhir kontribusi pertanian
terhadap pendapatan nasional atau PDB Indonesia mengalami penurunan dari
sekitar 50% pada tahun 60-an menjadi 20,2% pada tahun 1997. Pada tahun
1998 kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan PDB secara absolute
masih menurun, walaupun sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor
ekonomi yang mengalami pertumbuhan (0,26%), diantara perpaduan seluruh
sektor ekonomi yang mencapai minus 14%.(data kontribusi pertanian-PDB)
Sebelum
krisis ekonomi berlangsung, pertumbuhan sektor pertanian secara umum
juga tidak secerah sektor-sektor perekonomian lainnya, yaitu tidak lebih
dari 3% pertahun selama pelita V khususnya, sangat jauh jika
dibandingkan dengan sektor industri yang mengalami pertumbuhan sampai 2
digit. Pada tahun 1996, pertumbuhan sector pertanian juga masih berkisar
3% pertahun, sedangkan pada tahun 1997 sektor pertanian juga masih
belum mengalami lonjakan pertumbuhan yang berarti atau tumbuh tidak
sampai mencapai 3% (Arifin, 2001).
Teori
ekonomi pembangunan modern umumnya sepakat bahwa semakin berkembang
suatu Negara, maka akan semakin kecil kontribusi sektor pertanian atau
sektor tradisional dalam PDB. Jika pendapatan meningkat, maka proporsi
pengeluaran terhadap bahan makanan akan semakin menurun. Dalam istilah
ekonomi, elastisitas permintaan terhadap makanan semakin kecil dari satu
atau tidak elastis (inelastic). Karena fungsi sektor pertanian yang
paling penting adalah untuk menyediakan bahan-bahan makanan, maka
peningkatan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap
barang-barang hasil industri dan jasa. Dengan sendirinya kontribusi
sektor pertanian terhadap PDB akan semakin kecil dengan semakin besarnya
tingkat pendapatan pada sektor non-pertanian. Secara sederhana dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan:
Keterangan:
P = Net produk nasional
Pa = Net produk Pertanian
Pna = Net produk non-pertanian
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam PDB
khususnya dan gairah perekonomian pada umumnya, pemerintah harus mampu
menciptakan integrasi kebijakan industrialisasi nasional yang berbasis
pada pertanian. Kebijakan yang lebih memilih berpihak pada sector
industri dengan mengabaikan integrasi antara industri dan pertanian
harus diubah. Pengambil kebijakan selama ini menganggap bahwa
pembangunan adalah identik dengan pertumbuhan ekonomi sehingga kebijakan
yang diambil juga, menurut Lypton dalam Momose (2001), adalah bias
perkotaan yang dicirikan: 1) memprioritaskan industri daripada
pertanian, 2) pengalokasian sumber daya yang lebih besar ke masyarakat
kota daripada masyarakat desa, 3) memprioritaskan industri daripada
pertanian.
Sebagai Negara agraris
seharusnya sektor pertanian diprioritaskan lebih dulu, jika
industrialisasi akan dilakukan. Keberhasilan sector industri tergantung
dari suatu pembangunan pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan
ekonomi. Menurut rahardjo (1990) ada dua alasan mengapa sektor
pertanian harus dibangun terlebih dahulu:
1.
Barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli
masyarakat petani yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, maka
pendapatan mereka perlu ditingkatkan melalui pembangunan pertanian.
2.
Industri juga membutuhkan bahan mentah yang berasal dari sektor
pertanian dan karena itu produksi hasil pertanian menjadi basis bagi
pertumbuhan industri itu sendiri.
Alasan
kedua diatas dapat memberikan petunjuk bahwa industri yang cocok untuk
Negara agraris adalah industri yang berbasis pada pertanian atau
agroindustri. Masing-masing industri harus mempunyai keterkaitan antara
hulu sampai ke hilir.
Kenyataan
sekarang ini dari ketiga subsistem yang ada – hulu (penyedia sarana
produksi, onfarm/ (usahatani), dan hilir (pengolah hasil)- dalam semua
subsektor komoditi berjalan tersekat-sekat. Maing-masing berjalan
sendiri-sendiri dan memikirkan keuntungan sendiri. Sebagai pihak yang
lemah petani sering menjadi objek eksploitasi dari subsistem hulu dan
hilir.
Contoh kasus, produk
pertanian sering ditolak atau dihargai murah oleh industri pengolahan
hasil pertanian dengan alasan kandungan pestisida yang tinggi atau
alasan lain semisal tidak terpenuhinya kualitas. Pada kasus pestisida
sebenarnya sektor hulu juga berperan dalam mendorong petani menggunakan
pestisida, bagaimana mereka mempromosikan produknya untuk digunakan
dalam pemberantasan hama penyakit tanaman.
Pertanian
juga menyumbang sangat besar terhadap perolehan devisa negara. Di dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa titik
berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) diletakkan pada bidang
ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan
kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat,
saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang
dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan
pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan nasional.
Sasaran
pembangunan bidang ekonomi dalam PJP II adalah terciptanya perekonomian
yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan, berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata,
pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap,
bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, koperasi
yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan system
distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara
badan usaha koperasi, negara, dan swasta serta pendayagunaan sumber daya
alam yang optimal yang kesemuanya didukung oleh sumber daya manusia
yang berkualitas, maju, produktif, dan profesional, iklim usaha yang
sehat serta pemanfaatan iptek dan terpeliharanya kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
GBHN 1993
mengamanatkan bahwa dalam PJP II pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh
peningkatan produktivitas dan efisiensi serta sumber daya manusia yang
berkualitas. Pembangunan industri dan pertanian serta sektor produktif
lainnya ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi. Sektor pertanian terus ditingkatkan agar
mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi pemenuhan
kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan mampu melanjutkan
proses industrialisasi, serta makin terkait dan terpadu dengan sektor
industri dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri dan
agrobisnis yang produktif.
Selanjutnya,
mengenai Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI), GBHN1993
menggariskan bahwa pertanian dalam arti yang luas perlu terus
dikembangkan agar makin maju dan efisien, dan diarahkan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi serta keanekaragaman hasil
pertanian, melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi,
dan rehabilitasi pertanian dengan memanfaatkan iptek, memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi serta kebutuhan bahan baku industri.
GBHN
1993 juga mengamanatkan bahwa industri pertanian dan industri lain yang
terkait terus didorong perkembangannya sehingga makin mampu
memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan
usaha dan lapangan kerja. Semua itu diarahkan untuk memperbaiki taraf
hidup petani dan masyarakat pada umumnya.
Pembangunan
pertanian dalam PJP II dan Repelita VI disusun dan diselenggarakan
dengan berlandaskan pada arahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.
Dalam bab ini akan dibahas pembangunan sektor pertanian dalam PJP II dan
Repelita VI, sedangkan mengenai pembangunan pangan, irigasi, dan
kehutanan dibahas dalam bab-bab tersendiri.
Sebelum
PJP I dimulai, sebagian besar penduduk yang umumnya berada di
perdesaan, hidup di bawah garis kemiskinan, baik dalam arti tingkat
pendapatan maupun dalam arti keadaan gizi. Produksi pertanian mengalami
hambatan dan tingkat inflasi serta pengangguran sangat tinggi. Jumlah
devisa yang dimiliki sangat terbatas sehingga kemampuan untuk mengimpor
barangbarang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri
juga sangat terbatas. Dalam keadaan semacam itu, per-baikan taraf hidup
hanya mungkin dicapai jika pembangunan sektor pertanian dapat
digerakkan.
Dalam PJP I
prioritas pembangunan bidang ekonomi adalah pada sektor pertanian dan
telah banyak menghasilkan kemajuan. Dalam pembangunan bidang ekonomi,
peranan pembangunan pertanian sangat besar, yang tercermin antara lain
dengan telah meningkatnya produksi pangan dan kesejahteraan petani.
Pembangunan sektor pertanian telah mewujudkan terpenuhinya kebutuhan
pokok rakyat dan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan
masyarakat. Perekonomian menjadi relatif stabil dan strukturnya makin
berimbang.
Sektor pertanian
mengalami pertumbuhan rata-rata 3,6 persen per tahun. Pembangunan
pertanian telah pula memungkinkan terjadinya pemerataan pembangunan
sehingga rakyat telah makin menikmati hasilnya serta lebih aktif
terlibat dalam upaya pembangunan. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini
meningkat dari 24,9 juta orang pada tahun 1969 menjadi 36,5 juta orang
pada tahun 1993. Jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian
meningkat dari 12,2 juta keluarga pada tahun 1963 (Sensus Pertanian
1963) menjadi 19,5 juta keluarga pada tahun 1983 (Sensus Pertanian
1983), serta 21,5 juta keluarga pada tahun 1993 dengan pemilikan
rata-rata lahan 0,83 hektare per rumah tangga pertanian (Sensus
Pertanian 1993).
Sektor
pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui
sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan ekspor,
penyediaan tenaga kerja dan penyediaan pangan nasional. Selain sumbangan
tersebut, sektor pertanian juga memiliki kontribusi dalam memperkuat
keterkaitan antarindustri, konsumsi dan investasi.
Hasil pembangunan pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, pada
tahun 2004 telah menghasilkan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 4,1
persen dan 3,8 persen pada tahun 2005. Kemampuan sektor pertanian untuk
menyerap tenaga kerja sebesar 40,6 juta dan 40,7 juta pada periode yang
sama dan kontribusi terhadap PDB sebesar 15,4 persen di tahun 2004 dan
15,3 persen di tahun 2005. Khusus untuk subsektor perikanan, pada tahun
2003, memberikan kontribusi sebesar 2,5 persen dari PDB nasional, belum
termasuk pengolahan produk perikanannya. Dalam tahun 2004 dan 2005
diperkirakan kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional naik
masing-masing menjadi 2,7 persen dan 2,8 persen.
Sumbanganterbesar
pembangunan pertanian selama PJP I adalah tercapainya swasembada
pangan, khususnya beras dalam tahun. Dari hal tersebut Indonesia mampu
mengekspor beras ke beberapa negara miskin sehingga dapat menambah
devisa. Dampak nyata dari swasembada pangan adalah meningkatnya
pendapatan masyarakat, kualitas gizi, serta penghematan devisa negara.
Selain itu, swasembada pangan juga telah meningkatkan kestabilan ekonomi
nasional.
Sumbangan
sektor pertanian terhadap pembangunan dan devisa negara ditentukan oleh
produktivitas dari sektor ini. Karena masih cukup besarnya sumbangan
sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, rendahnya produktivitas
sektor pertanian dapat mempengaruhi produktivitas perekonomian secara
keseluruhan. Selain itu, rendahnya produktivitas di sektor pertanian
akan memperdalam kesenjangan. Keadaan itu dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap kestabilan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup.
Rendahnya produktivitas sektor pertanian, selain disebabkan oleh masih
rendahnya kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sektor ini, juga
disebabkan oleh masih besarnya proporsi tenaga kerja yang bekerja di
sektor pertanian. Sekitar 49 persen dari angkatan kerja bekerja di
sektor pertanian. Padahal, pangsa produk domestik bruto pertanian dalam
produk domestik bruto nasional hanyalah sekitar 22 persen pada tahun
1990. Apabila kondisi tersebut berlanjut, produktivitas sektor pertanian
akan terus menurun. Demikian pula, kesenjangan produktivitas antara
sektor pertanian dengan sektor lain terutama industri makin melebar.
Permasalahan lain yang masih dihadapi adalah kemampuan sektor
nonpertanian untuk menyerap tenaga kerja di perdesaan masih terbatas.
Dalam pada itu, kualitas tenaga kerja yang tersedia juga belum dapat
memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk dapat bekerja di sektor
industri. Oleh karena itu, untuk dapat menjaga tercapainya pertumbuhan
sektor pertanian agar dapat memberikan sumbangan bagi devisa negara,
tantangan pembangunan pertanian selanjutnya adalah meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di samping memperluas kesempatan kerja di
sektor pertanian.
Selama ini
sektor pertanian merupakan penghasil devisa nonmigas yang penting.
Penerimaan devisa tersebut sebagian besar diperoleh dari ekspor
komoditas tradisional seperti karet, kopi, teh, dan komoditas perkebunan
lainnya, sedangkan ekspor komoditas pertanian lain seperti produk
perikanan dan peternakan baru mencapai tahap perkembangan awal.
Terbukanya perekonomian nasional ke dalam situasi perdagangan
internasional dengan persaingan yang makin ketat, disertai oleh
perubahan yang makin cepat, merupakan permasalahan yang perlu diamati
secara seksama. Dalam memasuki pasar dunia permasalahannya terletak pada
kemampuan meningkatkan daya saing atau keunggulan bersaing. Mengingat
peningkatan daya saing di pasar internasional merupakan faktor utama
untuk dapat meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor, tantangan dalam
meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor hasil pertanian adalah
meningkatkan daya saing komoditas ekspor yang dimiliki Indonesia. Hal
itu berarti meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil pertanian Indonesia
KESIMPULAN
Indonesia
merupakan negara yang berbasis petanian. Pertanian merupakan sektor
yang menjadi tulang punggung dalam pembangunan dan perbaikan
perekonomian Indonesia.
Ketahanan
pangan merupakan salah satu yang terpenting dari pertanian. Dengan
adanya ketahanan pangan, maka rakyat akan terbebas dari kelaparan. Dalam
ketahanan pangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara
lain, kuantitas, kualitas, gizi, keberagaman, keberlangsungan dalam
jangka panjang.
Selain ketahanan
pangan, pertanian juga berperan penting dalam penyedia lapangan
pekerjaan bagi rakyat Indonesia. Sekitar 46% rakyat Indonesia bekerja di
sektor pertanian. Setiap tahun terjadi perbaikan pendapatan rakyat dari
pedesaan yang sebagian besar bekerja menjadi petani. Selain membagun
perekonomian Idonesia melalui penyediaan lapangan pekerjaan, pertanian
juga menyumbang sangat banyak untuk devisa negara.